| MENEMUKAN DAN MENGEMBANGKAN POTENSI PEREMPUAN
Oleh Nurul Sutarti 1 Tulisan ini merupakan sebagian pengalaman saya selama menjadi Team Leader untuk Program Penguatan Jaringan Kerja Kelompok Perempuan menuju Masyarakat Sipil (Jaker-Permas) di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah. Program ini dirancang untuk meningkatkan akses dan kontrol kaum perempuan dalam proses pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan publik sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan accountable (good governance). Program yang dilaksanakan di 9 kabupaten/kota, yaitu: Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Klaten, Kudus, Banyumas, Semarang, dan Kota Semarang melalui pintu masuk penguatan/pendampingan Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jar-PUK) di tingkat kabupaten/kota maupun kelompok perempuan usaha kecil (KPUK). Serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam program ini, ialah: 1). Pendidikan Politik bagi Kader Perempuan di Tingkat Kabupaten/Kota, 2). Pendampingan untuk Penguatan Jar-PUK, 3). Pembentukan dan Penguatan Aliansi Peduli Persoalan Perempuan di tingkat Kabupaten/Kota, 4). Training Advokasi bagi Kader Perempuan di Tingkat Kabupaten, 5). Workshop ‘Posisi dan Peran Perempuan Dalam Otonomi Daerah’ Tingkat Kabupaten dan Propinsi, 6). Serial FGD tentang persoalan perempuan di masing-masing wilayah (kabupaten/kota), 7). Penerbitan Buku dan Workshop ‘Gender Budgeting’, 8). Produksi Media Kampanye (VCD, Jurnal Permas), serta 9). Workshop Evaluasi Akhir Program. Program Penguatan Jaker-Permas ini paling tidak di tingkat PUK, arahnya untuk meningkatkan kesadaran kritis PUK melalui pendidikan politik atau program ini terfokus pada pemenuhan kebutuhan strategis perempuan. Realitas menunjukkan bahwa penerima manfaat atau PUK & KPUK mengharapkan program lebih memberikan pengetahuan-pengetahuan yang berdampak langsung pada kesinambungan usaha PUK, tidak hanya pada isu-isu yang membuka kesadaran kritis. Pada tataran Jaringan, saat ini sudah terbentuk Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jar-PUK) di 9 wilayah program, dimana mereka sudah melakukan pertemuan rutin guna membahas ragam persoalan perempuan; isu ketidakadilan gender dalam tingkat keluarga, masyarakat dan negara. Pada tingkatan Aliansi; saat ini sudah terbangun aliansi yang berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan posisi perempuan di daerah. Keberadaan aliansi sebagai wadah bertemunya kelompok-kelompok yang menaruh perhatian terhadap perempuan didukung berbagai elemen; mulai dari para akademisi, anggota partai politik hingga anggota Jar-PUK. Keberadaan mereka sedikit banyak mampu berperan sebagai kelompok penekan dalam proses politik di wilayahnya masing-masing. Peran yang sering saya lakukan adalah memfasilitasi pertemuan-pertemuan di tingkat kabupaten yang melibatkan banyak pihak, disamping melakukan koordinasi dengan teman-teman CO terkait dengan perkembangan di masing-masing wilayah. Perempuan mesti melek politik, karena dengan perempuan mengerti politik, maka perempuan akan dapat mengubah pola relasi, agar tidak selalu dinomorduakan (tersubordinasi) dalam pengambilan keputusan, yang menyangkut dirinya, baik di keluarga maupun di masyarakat. Hal itu dapat dimulai dari diri perempuan itu sendiri. Kendala dan Peluang yang Muncul dalam Penguatan Perempuan Selain ditemukan beberapa kemajuan yang terjadi di tingkat personal kader/PUK, kelompok/KPUK, Jar-PUK dan Aliansi/Forum sebagai bentuk keberhasilan program, terdapat persoalan-persoalan yang mengemuka, seperti: - Proses kaderisasi baik di tingkat kelompok/KPUK maupun Jar-PUK dan Aliansi/Forum hampir di semua wilayah program belum berjalan secara optimal, sehingga kader-kader yang terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan adalah kader-kader lama dan relatif sedikit.
- Masih adanya intrik-intrik di Jar-PUK maupun Aliansi di beberapa wilayah, sehingga mengajak kader untuk menjaga netralitas aliansi/forum terkait dengan kepentingan politik praktis atau ajaran agama tertentu membutuhkan energi tersendiri bagi pendamping (CO), mengingat masing-masing anggota memiliki agenda atau kepentingan sendiri-sendiri yang saling berbenturan.
- Sering adanya pergantian pendamping (CO) di beberapa wilayah berdampak pada tingkat kualitas kesadaran kritis kader terhadap persoalan perempuan. Akibatnya tingkat kesadaran kritis kader tidak merata di semua wilayah program.
- Masih adanya pemaknaan yang keliru terhadap upaya kesetaraan dan keadilan gender, baik di tingkat kader perempuan maupun pemerintah (eksekutif dan legislatif). Ketika melakukan penyadaran gender, berarti akan ada ‘perlawanan’ perempuan terhadap laki-laki, sehingga masih ditemukan adanya resistensi dari para pengambil kebijakan.
Kondisi pendukung yang dapat dikatakan sebagai peluang dalam penguatan terhadap perempuan, yaitu: - Kaum perempuan sudah melihat adanya peluang bagi perempuan untuk berkiprah di dunia politik praktis dengan adanya keterwakilan minimal 30 persen bagi perempuan di legislatif kendati masih menjadi retorika politik, sehingga termotivasi untuk mencalonkan diri menjadi anggota legislatif pada Pemilu 2004 dan 2009 mendatang.
- Para caleg yang pernah menjadi anggota DPRD memotivasi dan ‘menularkan’ pengalamannya berpolitik praktis kepada beberapa kader Aliansi yang potensial, sehingga ada beberapa kader yang mencoba untuk menerapkannya.
Rekomendasi Berpijak pada kondisi tersebut, maka ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan, baik oleh perempuan basis, pemerintah (eksekutif dan legislatif), serta aktivis perempuan sebagai community organizer (CO). - Penguatan kapasitas kader perempuan dalam melakukan transformasi pengetahuan dan keterampilan untuk kelompok dan lingkungannya.
- Penguatan kapasitas kader tentang membangun jaringan (aliansi taktis dan strategis), lobby & advokasi.
- Penguatan kapasitas kader untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan di lingkungannya.
- Pendidikan politik bagi perempuan guna mempersiapkan perempuan menjadi fungsionaris parpol, anggota legislatif (catatan: perlu adanya revisi terhadap UU No. 12/2003 tentang Pemilu, khususnya aturan tentang keterwakilan perempuan minimal 30 persen di legislatif).
- Perlu meningkatkan wacana dan kepekaan terkait dengan isu perempuan dan politik.
- Perlu menyusun dan melaksanakan kurikulum pendampingan politik kepada perempuan dengan metode dan media yang variatif dengan mendasarkan pada realitas lokal masing-masing wilayah.
- Penguatan kapasitas pengambil kebijakan tentang strategi dan teknik menghasilkan kebijakan yang adil gender, seperti: pengarusutamaan gender, anggaran berperspektif gender, dan participatory planing program (perencanaan program pembangunan yang partisipatif dan adil gender).
- Adanya media (pertemuan) untuk melakukan sharing dan dialog tentang kebijakan, program, proyek dan kegiatan publik di tingkat kabupaten/kota/desa dengan para pemangku kepentingan (stakeholder).
1 Nurul Sutarti adalah Koordinator Pengorganisasian atau Jaringan pada Yayasan Krida Paramita (YKP) Surakarta dan Team Leader Program Penguatan Jaringan Kerja Kelompok Perempuan menuju Masyarakat Sipil (Jaker-Permas) di 9 Kabupaten / Kota di Jawa Tengah. | |